Masuki Musim Penghujan, Warga Nujah di Ladang


Koba (koranbabel.com) — Hujan beberapa hari belakang ternyata membawa berkah bagi warga kelurahan Simpang Perlang kecamatan Koba, Dusun Air Pasir desa Lampur serta desa Munggu kecamatan Sungai Selan. Mereka bergotong royong melakukan tradisi Nujah atau Nugal, lalu bertani ladang pada area pohon karet yang tidak produktif lagi atau sudah tua.

Tradisi ini sudah mereka lakoni sejak turun menurun. Kegiatan itu sendiri dilakukan saat pergantian musim kemarau ke hujan. Dengan menggunakan rakitan besi menyerupai tombak, warga beramai-ramai menusukan besi tersebut ke lahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Tampak rombongan bapak-bapak sembari berjerit-jerit, “wu—uuuuu—uu” sembari menujah lalu dengan semangatnya para ibu-ibu menebarkan benih padi ke lubang-lubang yang sudah ditujah oleh para bapak-bapak. Sementara, gadis remaja ditemani para bujangan, disibukan memasak di pondok ladang. Masakanpun sangat sederhana, ada ubi rebus, sayur santan lalu gorengan ikan asin yang akan disantap oleh para bapak-bapak dan ibu-ibu setelah melakukan tradisi nujah.

Sembari makan, mereka berkesempatan melakukan sosialisasi. Semua aktifitas sehari-hari diceritakan, mereka saling berbagi suka dan duka. Tidak sedikit, pada kesempatan itu, warga mengeluarkan inovasi dengan melakukan pertemuan rutin antar warga hingga mengagendakan kegiatan kerohanian lainnya.

Warga Munggu, Ustads Azimin mengaku tradisi nenek moyang nujah ini biasanya dilakukan setiap tahun. Secara beramai-ramai warga melakukan aktifitas nujah tersebut dari satu ladang keladang lainnya milik masing-masing warga. Biasanya, setiap warga memiliki ladang 1/2 hektare hingga 1 hektare.

“Dengan adanya tradisi nujah ini, maka beban pemilik ladang untuk menghabiskan biaya upahpun berkurang. Sebab, dalam tradisi Nujah ini pulah, si pemilik ladang hanya mempersiapkan konsumsi berupa ubi rebus dan sayur ala kadar berlaukan ikan asin,” kata ustads Azimin, kepada KORAN BABEL, Minggu (1/11).

Menurut dia, di tahun 2015 ini, tradisi nujah sudah dilkukan warga desa Munggu dan Lampur sejak bulan Oktober 2015 kemarin hingga sekarang, “Padi yang ditanam saat kemarau, akan tumbuh subur setelah mendapatkan limpahan air hujan beberapa hari belakang mengguyuri Bateng,” katanya.

Untuk panen, biasanya menelan waktu 4 hingga 5 bulanan, tergantung kesuburan dari struktur tanah itu sendiri, “Biasanya saat panen raya, dilakukan secara gotong royong. Lalu sebagian padi dibagikan ke tetangga yang ikut gotong royong,” katanya.

Lanjutnya, untuk luasan ladang padi di dua desa kecamatan sungai selan sekarang mencapai ratusan hektare. Semua berladang di lahan-lahan kebun karet tidak produktif atau batang karet yang sudah ditebang.

“Sudah beladang, warga biasanya akan menanam sahang lalu saat sahang mulai matipun kembali warga tanam karet. Begitulah kebiasaan warga bangka tengah dari dulu. Hal ini sudah menjadi tradisi turun menurun, kitapun dituntut untuk melestarikannya,” pungkas ustadz Azimin.

Hal serupa juga dikatakan Ahoi, warga kelurahan Simpang Perlang ini melakukan aktifitas berladang di Bemban desa Nibung kecamatan Koba. Disana dia berladang pada hamparan tanah seluas 1 hektare, “Sayang saja lihat kebun karet sudah ditebang tidak dimanfaatkan sama sekali. Dari pada dibiarkan, lebih baik ditanam padi ladang sebelum menanam sahang atau lada,” katanya.

Ahoi mengaku ladang yang ia tanami padi sekarang ini bukanlah miliknya, melainkan milik kerabat yang minta diurus tanahnya, “Dengar bisa hasilkan 1 ton per hektare, sayapun tertarik mencobanya. hal inipun pertama kali saya lakoni, setelah melalui banyak aktifitas tambang timah di Bateng,” ujar pria mualaf keturunan Tiong Hoa ini sambil tersenyum. (ron)

The post Masuki Musim Penghujan, Warga Nujah di Ladang appeared first on KORAN BABEL.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment