Dayat Sebut Pengelolaan Timah Kurang Transparan


Jogjakarta (koranbabel.com) — Wakil Gubernur Kepulauan Babel, Hidayat Arsani menjadi salah satu dari beberapa narasumber dalam seminar nasional yang digelar Universitas Gajah Madja (UGM) Yogyakarta, Senin (19/10). Seminar membahas Reformasi Tata Kelola Migas.

Wagub dalam paparannya membeberkan sejumlah kendala dan permasalahan serta langkah yang harus diambil Pemerintah Pusat, termasuk persoalan pertimahan di Babel. Dengan gaya khasnya, Dayat, sapaan Wagub ‘nyerocos’ layaknya orang lagi mengoceh. Menurutnya kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat hendaknya tidak memberatkan daerah pertambangan. Sehingga keberadaan tambang di daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Seminar yang bertajuk ‘Improving The Governance Of Extractive Industries’, katanya menjadi tempat penyampaian pendapat sebab kegiatan diikuti berbagai element terkait. Ia mengimbau, agar pemerintah pusat turun langsung ke lapangan melihat kondisi pertambangan di daerah dan sebelum membuat aturan.

“Aturan seharusnya tidak memberatkan daerah. Karena kondisi pertambangan di setiap daerah tidaklah sama. Karena seharusnya keberadaan pertambangan di suatu daerah dapat mendukung percepatan pembangunan di daerah, begitu juga dengan Babel,” tegasnya.

Ia merunut sejarah pertimahan Babel, yang diakuinya, sejak dulu sudah menjadi kawasan pertambangan, terutama pertambangan timah, “Babel merupakan salah satu daerah kepulauan yang memiliki kekayaan kandungan timah terbanyak di wilayah Asia, bahkan dunia. Tetapi tidak berdampak cepat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ini karena kurang transparan dalam pengelolaannya. Timah asal Babel dijual ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia,” bebernya.

Dia menjelaskan, timah kemudian oleh negara tetangga diberikan merek, sehingga yang diketahui orang, timah tersebut merupakan hasil kekayaan negara tetangga. Padahal, kebanyakan timah yang dijual merupakan kekayaan alam milik Indonesia, khususnya masyarakat Babel.

“Dalam hal pembuatan regulasi perlunya persamaan persepsi dan pemahaman antara Pusat dan Daerah, karena jika tidak akan jaadi gejolak sosial seperti yang sudah terjadi di beberapa daerah. Aturan harus dibuat atas niat baik karena Tuhan Yang Maha Esa, manusiawi, dapat mempersatukan masyarakat, berdasarkan musyawarah dan adil demi kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Sebelumnya Rektor UGM, Dwikorita Karnawati mengatakan seminar ini digelar dalam rangka menerapkan Tridharma UGM, yakni, pendidikan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang secara langsung dapat diterapkan untuk kepentingan masyarakat, “Diharapkan kegiatan ini tidak hanya menjadi laporan, tetapi produk ini dapat menjadi rekomendasi kepada Pemerintah yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Dijelaskan Dwi, dalam melakukan kontrol terhadap bidang pertambangan ini tidak dapat hanya dilakukan pemerintah, sebab diperlukan juga kontrol dari berbagai pihak. Sebagaimana diketahui, pemerintah daerah akan merasakan langsung dampak dari perkembangan di bidang investasi industri ini. Dampak positif dari perkembangan dunia industri, dapat meningkatkan pendapatan daerah.

Namun di sisi lain ada negatifnya, yaitu berupa dampak lingkungan dan sosial. Tak hanya itu, sebab sektor ini juga bisa menimbulkan dampak di bidang politik. Untuk itu perlu kehati-hatian dan penelitian khusus, sehingga dapat meminimalisir risiko yang tidak menguntungkan bagi daerah industri.

“Program di bidang extractive industries (industri ekstraktif) selama ini cukup membanggakan. Contohnya, pembangunan di bidang ekonomi dan infrastruktur cukup cepat. Kesempatan ini hendaknya dapat menjadi sarana diskusi lebih lanjut. Peserta dapat saling bertukar informasi, sebab peserta kegiatan tidak hanya berasal dari Indonesia. Ada juga peserta dari negara Asia lainnya,” tandasnya. (to)

The post Dayat Sebut Pengelolaan Timah Kurang Transparan appeared first on KORAN BABEL.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment