Koba (koranbabel.com) — Mantan guru asal Desa Lampur Kecamatan Sungai Selan, bangka Tengah, Rustam Bustami (63) dengan tegas mengatakan jam belajar sekolah hingga pukul 16.00 Wib tidak efektif. Kemudian pemberlakukan 5 hari tatap muka, dinilai justru membuat leluasa anak didik berbuat hal negatif lainnya karena memiliki dua hari waktu panjang yakni Sabtu dan Minggu.
“Kalau kita lihat saat ini pemberlakuan jam sekolah untuk jenjang SMP sederajat. Untuk hari Senin hingga Kamis pulang sampai pukul 16.00 wib lalu Jum’atnya sampai pukul 15.00 wib. Sementara Sabtu, diisi dengan kegiatan ekstrakulikuler hingga pukul 09.40 wib,” kata Rustam kepada KORAN BABEL, Minggu (25/10).
Lanjutnya, untuk jam belajar tingkat SMA sederajat, tidak jauh berbeda dengan jam tingkat SMP. Setiap hari Senin hingga Jum’at pulang pukul 16.00 wib, sementara Sabtu jam ekstrakulikuler hanya sampai pukul 09.30 wib, “Tatap muka hanya 5 hari ditambah 3 jam ekstrakulikuler tidaklah efektif. Karena, disini ada penekanan, atau pengengkangan terhadap pelajar,” tandas Rustam.
“Bayangkan pada kita para orang saja, kalau tenaga dikuras terus setiap hari dari batas kemampuan. Apa jadinya, yang ada pekerjaan tersebut tambah berantakan, bahkan alat elektronik saja kalau digunakan diluar batas maksimal bisa hange,” kata bapak guru yang sudah berusia kepala 6 ini.
Ia sendiri megaku kecewa mendengar prestasi hasil UN kabupaten Bateng tahun 2015 menduduki peringkat “buncit” dari 7 kabupaten/koba di Provinsi Babel. Artinya, metode yang diterapkan Bateng atas kebijakan Bupatinya ini tidak efektif, justru malah mempermalukan Bumi Selawang Segantang di kanca pendidikan Babel.
“Selaku Presidium Bateng, dengar peringkat terakhir hasil UN tersebut sangatlah menyedihkan. Kemana harga diri kita, disini sebagai mantan guru saya sangat malu. Kami perjuangkan pemekaran daerah kemarin bertujuan agar anak didik pintar, bukan tambah bodoh,” ungkapnya.
Rustam mengaku sudah mengajar sejak tahun 1973 di sekolah milik PT.Timah, lalu bertugas menjadi guru PNS di SD 14 dusun Air Itam desa Keretak kecamatan Sungai Selan sejak tahun 1997 hingga pensiun tahun 2012, “Murid-murid didik dulu dengan sekarang tampak beda. Sekarang kebanyakan murid disekolahkan atau dicetak untuk mengejar kuantitas. Sementara dulu kami ngajar siswa didik itu yang dikejar adalah kualitas. Dampaknya sekarang, tidak sedikit siswa didik sudah sekolah tamat SMA sederajat banyak yang nikah, tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi,” katanya.
Ia menceritakan metode pendidikan dulu sudah terencana dengan baik. Setiap harinya pukul 12.30 Wib, pelajar sudah pulang ke rumah, “Disiang hari pulang sekolah mereka biasanya makan siang dirumah lanjut tidur, sore harinya bantu orang tua beres-beres pekerjaan rumah. Setelah bantu orang tua, biasanya mereka bersosialisasi sama teman. Lalu malam hari, merekapun belajar dirumah,” ungkapnya.
“Coba difikirkan, jika dari pagi sampai pukul 16.00 wib, pelajar di sekolah terus tiap hari. Pertama, mengurangi waktu tatap muka dengan orang tua dirumah. Kedua, orang tua harus menyiapkan uang jajan lebih banyak, agar anaknya bisa makan siang disekolah. Ketiga, karena Senin hingga Jum’at tekengkang, biasanya Sabtu hingga Minggu kebanyakan siswa bermain suntuk sampai larut malam dengan teman sebayanya. Bahkan ada sebagaian anak pelajar SMP dan SMA, sangking asyiknya main hingga tidak pulang kerumah atau nginap tempat temannya,” kata Rustam.
Lanjutnya, lantaran sedikitnya waktu tatap muka sama orang tua, hal ini bisa membentuk karakter buruk pada siswa itu sendiri. Seperti melawan orang tua, hingga berani berbuat hal-hal yang negatif lainnya, “Manusiawilah. Kalau sudah merasa hebat, pintar, cerdas biasanya pendapat orang tua diabaikan oleh argumentasi. Nah, apakah mau asset bangsa di bumi Selawang Segantang ini kita cetak seperti itu. Ayo, selamatkan Bateng, jangan dibiarkan hal ini berlarut di Bateng,” ujarnya.
Ia berharap agar Pemerintah Bateng mengembalikan jam belajar sekolah, “Saya tidak tahu, kalau dibalik itu semua ternyata Bateng ini minta dibilang hebat atau bisa oleh kabupaten lain di Babel. Faktanya tapi, kualitas 0 persen, bahkan kuantitasnya juga 0 persen berdasarkan hasil UN tahun 2015. Jadi, apa yang diharapkan, hal ini menjadi bahan olokan daerah lain saja,” sesalnya.
Selain jam sekolah, ia juga mengkritik pemberlakuan Kurkulum 2013, dimana hanya Bateng yang memberlakukannya dan hasilnyapun 0 persen, “Kemana akal orang dinas pendidikan, sejauh mana Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya anak didik mampu menjalaninya. Metode kurikulum 2013 itu lebih kepada tutorial, seperti anak kuliah. Si guru sifatnya membimbing bukan memberikan materi hingga menjelaskan. Setiap pertemuan antara pembimbing dengan siswa didik membahas suatu hal di setiap mata pelajaran, disana siswa didik dituntut memecahkan suatu hal tersebut kemudian menjelaskan kepada rekan lainnya,” katanya.
“Kebijakan pendidikan yang dibuat selama ini menjerumuskan dan memalukan daerah sendiri. Apa kata dunia, kalau pimpinannya mengutamakan asas ‘Cak-cak macak’,” ungkapnya.
Ia berpendapat bahwa guru dan semua murid SMP/SMA sederajat di Bateng juga pasti merasakan hal yang sama, namun mereka takut lantaran kebijakan pimpinan daerah, “Hati nurani menjerit, apalah daya mereka hanya bagian dari sistem yang salah,” ungkapnya.
Siswa Kewalahan
Sementara itu, salah satu siswa SMK di kecamatan Pangkalan Baru, merasa terkengkang dengan metode sekolah hingga pukul 16.00 wib, “Selain itu, saya harus pulang menjelang malam ke rumah. Jarang antara rumah dengan sekolah mencapai 20 menitan, setiap pulang menunggu jemputan orang tua lantaran bus sekolah tidak melewati saya,” kata siswa yang tak ingin disebutkan namanya, kepada KORAN BABEL.
Iapun mengaku kewalahan, karena setelah pulang sekolah harus membantu menyiapkan dagangan orang tua dan tidak ada waktu istirahat bahkan belajar di rumah, “Beda halnya kalau pulang seperti biasa pukul 13.30 wib. Siang hari masih ada waktu istirahat, atau sambil buka-buka buku pelajaran kembali,” ungkapnya.
Ia merasa tidak mampu menjalani aktifitas belajar seperti ini, ditambah lagi pemberlakuan Kurikulum 2013. Banyak hal yang tidak dipahami murid, selain itu muridpun selalu diminta cari bahan sendiri untuk didiskusikan hingga diselaikan kemudian dijelaskan.
“Usia kami ini harusnya menerima ilmu pengetahuan, belum layak mengeluarkan pendapat. Gurupun digaji untuk memberikan ilmu pengetahuan, bukan pembahasan seperti anak-anak kuliah,” ungkapnya.
Ia berharap agar jam sekolah diatur seperti semula, kemudian kurikulum 2013 harus dihapuskan, “Biarkan kami berkembang sesui kemampuan usia kami, jangan dipaksakan. Ibarat pisang kalau masak karbit tidak nyama rasanya, beda kalau matang dari pohon pasti lezat rasanya,” pungkasnya. (ron)
The post Mantan Guru Ini Kritik Metode Pembelajaran Bateng appeared first on KORAN BABEL.
ConversionConversion EmoticonEmoticon