Tragedi Terjadi di Lumajang, Pemerintah Dinilai Tak Konsisten Tata Lahan


Surabaya,koranbabel —  Tragedi kemanusiaan terjadi di Lumajang. Salim Kancil dibunuh dengan keji oleh sekelompok orang yang tidak terima bisnis penambangan pasir illegal diusik. Kejadian tersebut ditengarai akibat pemerintah tidak konsisten dengan peruntukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik di tingkat pemerintah kabupaten maupun Provinsi Jawa Timur.

Berbagai elemen LSM seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Ecoton, KNTI, Indo Water Cop Jatim mendesak Pemprov Jatim maupun pemerintah kabupaten dan kota se-Jatim, agar merevisi RTRW, dan diharapkan tidak menimbulkan krisis ekologi dan merugikan ruang hidup rakyat.

“Krisis ekologi ini akibat penambangan karena pemerintah tidak konsisten dengan peruntukan RTRW. Kami mendesak pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota merevisi RTRW,” kata Direktur Walhi Jatim Oni Mahardika usai rapat koordinasi dengan Pemprov Jatim di ruang kerja Wakil Gubernur Jatim, Kamis (8/10/2015).

Untuk meminimalisir krisis ekologi dan konflik sosial akibat penambangan, kata Oni, pemerintah juga perlu melakukan evaluasi semua Izin Usaha Pertambangan (IUP). LSM peduli lingkungan juga meminta pemerintah mengeluarkan moratorium IUP.

“Pemerintah harus melakukan evaluasi izin usaha pertambangan baik yang legal maupun ilegal. Dan moratorium izin usaha pertambangan itu diperlukan, agar kerusakan lingkungan hidup tidak semakin parah,” jelasnya.

Terkait penambangan liar di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Indo Modern Mining Sejahtera di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, kata Oni sejatinya wilayah tersebut adalah pasir besi bukan pasir bangunan.

“Penambangan pasir liar di lahan PT IMMS harus diusut, karena jelas-jelas pelanggaran penggunaan. Wilayah tersebut untuk penambangan pasir besi bukan pasir bangunan,” tandasnya.

Sementara itu Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengatakan, pemerintah provinsi akan melakukan evaluasi terhadap seluruh pertambangan yang ada di Jawa Timur. Katanya, saat ini masa transisi, karena sebelumnya perizinannya menjadi wewenangan pemerintah kabupaten/kota. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, perizinannya diambil alih pemerintah provinsi.

“Jika memenuhi syarat dan prakteknya tidak menyalahi aturan, ya bisa diteruskan. Sebaliknya, jika melanggar akan diberi sanksi tegas,” tandasnya.
(dtk)

The post Tragedi Terjadi di Lumajang, Pemerintah Dinilai Tak Konsisten Tata Lahan appeared first on KORAN BABEL.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment