Pangkalpinang (koranbabel.com) — Perwakilan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Deny W. Kurnia memandang perlunya pengolahan komoditas unggulan Kepulauan Bangka Belitung dari bahan mentah, untuk diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi di daerah sendiri.
“Bangka Belitung perlu investasi pegolahan. Memang itu sulit karena orang cenderung mau buka investasi pengolahan (bahan baku) tergantung dengan konsumennya cukup besar. Namun mengelola pengolahan ini perusahaan gak harus menyasar konsumen dalam provinsi, bisa juga di luar provinsi. Persoalannya apa pengiriman biaya cukup kompetitif?. Perusahaan butuh didorong dan tenaga kerja yang mempuni. Pemerintah bertugas untuk meyakinkan pengusaha untuk memberikan insentif dan kondisi investasi yang kondusif,” ungkap Deny dalam seminar edukasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bertajuk ‘Think Big, Think Asean’ yang digelar oleh Kementrian Perdagangan bersama Disperindag Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (30/9) di Hotel Novotel Pangkalpinang.
Dalam persaingan MEA, ujar Deny, sertifikasi usaha sebagai syarat utama agar barang dapat diekspor turut menjadi tantangan tersendiri, “Menurut aturan perdagangan internasional, bagi produsen menjual dagangannya, pihak pembeli punya kewenangan untuk mendapatkan kriteria barang berkualitas, harga kompetitif, dan memenuhi syarat kesehatan, kemanan dan standar lingkungan sebagai tanda bukti dari persyaratan maka diterbitkan sertifikasi. SNI merupakan standar nasional indonesia yang melaksanakan hak pembeli agar produk tersebut memenuhi persyaratan. Sertifikasi tidak terhindarkan, memang ini (sertifikasi) ini mahal untuk UKM namun sertifikasi sulit dan mahal di awal saja. Solusinya bila UKM tidak mampu membuat sertifikasi maka gandenglah kemitraan dengan perusahaan besar atau bantuan dari pemerintah,” ujarnya.
Deny menambahkan, terdapat 10 negara yang tergabung dalam MEA 2015 yakni Indonesia, Laos, Vietnam, Kamboja, Filipina, Brunai Darussalam, Singapore, Malaysia, Thailand, dan Myanmar. Indonesia sebagai jumlah penduduk terbanyak di Asia Tenggara sebesar 250 juta orang, terdapat lebih dari 50 persen merupakan usia produktif yang dapat dijadikan sebagai ujung tombak keberhasilan Indonesia menghadapi MEA.
Menurutnya, dalam skala lokal untuk mensukseskan MEA. Beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah yakni perbaikan kualitas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Bidang pendidikan dan kesehatan menjadi modal kualitas mental Indonesia memiliki daya saing dengan negara lain diantaranya keharusan fasih berbahasa Inggris. Sementara perbaikan infrastruktur akan berdampak langsung kepada pertumbuhan ekonomi.
Tak dipungkiri MEA 2015 yang menitikberatkan pada kemapanan pendidikan akan menyasar kaum usia produktif berpendidikan. Namun menurut Denny, hal ini jangan dianggap sebagai momok yang menakutkan apabila tenaga ahli dari dalam negeri beralih ke negara lain. Pasalnya, SDM berkualitas dalam negeri dapat membawa tiga keuntungan seperti pendapatan negara (devisa), agen pintu masuk kegiatan komersial, dan membawa pengetahuan baru untuk Indonesia.
“Penduduk kita banyak usia produktif yang punya kapasitas akan memberikan feedback dalam bentuk devisa keberadaan mereka di luar negeri bisa menjadi outlet atau alat untuk perkembangan orang kita. Hal ini dilakukan negara China, Vietnam dan India saat masuk ke Eropa dan Amerika,” lanjutnya.
Bekerja di luar negeri akan menjadi tawaran yang menggiurkan bagi SDM Indonesia yang berkualitas mengingat dari 10 negara tersebut Indonesia hanya menempati peringkat kelima dalam penerimaan pendapatan (gaji). Sementara Singapura menempati posisi pertama untuk kategori penghasilan terbaik, diikuti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. (dhi)
The post Babel Perlu Investasi Pengolahan Komoditas appeared first on KORAN BABEL.
ConversionConversion EmoticonEmoticon